5 Fakta Unik Rumah Adat Jawa

Dyah Mahasasi Dyah Mahasasi
homify Egzotyczne domy Cegły
Loading admin actions …

Saat mengamati rumah adat Jawa (atau rumah adat dari daerah lainnya), pernahkah terbersit pertanyaan mengapa rumah adat itu memiliki bentuk yang demikian? Lantaran bentuk rumah adat sudah sangat umum dan dipelajari sejak bangku sekolah, kita acapkali menganggapnya sebagai sesuatu yang sudah dari sananya. Asal tahu saja, apapun yang diciptakan manusia berawal dari proses panjang dan ada alasan yang mendasari penciptaannya. Demikian juga halnya dengan rumah adat Jawa. Kali ini, homify membahas rumah adat Jawa dari sudut pandang yang berbeda, yaitu dari sudut pandang sejarah, filosofi, dan tips menghadirkan nuansa tradisional Jawa dalam hunian. 

1. Rumah adat Jawa sudah ada sejak zaman Mataram Hindu

Melalui relief Candi Borobudur yang dibangun pada abad ke-9 Masehi di zaman Kerajaan Mataram Hindu, bisa diketahui bahwa di masa itu orang Jawa telah mengenal rumah sebagai tempat tinggal. Bentuk rumah pada relief adalah rumah panggung dengan kolong yang khas seperti rumah-rumah masyarakat Astronesia pada umumnya. Pola lantainya pun lebih condong ke bentuk persegi panjang daripada bujur sangkar (persegi) sebagaimana rumah adat Jawa yang kita kenal saat ini. Berdasarkan relief Candi Borobudur, rumah adat Jawa memiliki karakteristik sebagai berikut: 

1. Dinding rumah terbuat dari bambu yang dianyam atau kayu, dan dikelompokkan menjadi bangunan tertutup, bangunan terbuka, bangunan campuran (terbuka dan tertutup), dan bangunan setengah terbuka;
2. Kaki bangunan terdiri dari kolong, umpak (penyangga tiang), dan batur (lantai);
3. Lantai rumah terbuat dari kayu;
4. Tiang rumah atau kolom terbuat dari kayu; 
5. Atap rumah berbentuk atap kampung (pelana), atap limasan, dan atap tajuk. 

2. Ada dua tipe rumah adat Jawa

Rumah adat Jawa yang jejaknya terekam pada relief Candi Borobudur memang sangat berbeda dengan gambaran yang ada di benak kita tentang rumah adat Jawa. Hal ini bisa dipahami karena rumah joglo, yang selama ini kita kenal sebagai ikon rumah adat Jawa, ternyata adalah gaya rumah para bangsawan. Bentuk atapnya yang meruncing di tengah kemudian melebar ke samping mencerminkan pandangan hidup orang Jawa, bahwa manusia dalam hidupnya harus dekat dengan Penciptanya tapi juga tidak boleh melupakan masyarakat di sekelilingnya. Bentuk atap rumah joglo juga mengandung pengingat bahwa seseorang yang kedudukannya tinggi atau telah tercapai cita-citanya sebaiknya tidak mengabaikan situasi di sekelilingnya. Menurut penelitian, kebiasaan membangun rumah joglo dari batu bata dan genteng sedikit banyak dipengaruhi oleh kedatangan bangsa Eropa di Jawa di abad 16 dan 17. 

Lalu bagaimana dengan rumah adat Jawa versi relief Candi Borobudur? Rumah ini disebut dengan rumah kampung, dan dihuni oleh masyarakat kebanyakan (bukan bangsawan). Ukuran rumah kampung jauh lebih kecil daripada rumah joglo, meski sama-sama memanfaatkan kayu sebagai material utamanya. Rumah joglo maupun rumah kampung zaman dulu sama-sama dibangun dengan sistem tumpang sari, sebuah teknik konstruksi tradisional yang tidak memerlukan paku dan baut untuk menyambung potongan-potongan kayu. Bila rumah joglo dibangun di atas tanah, maka rumah kampung cenderung dibangun di atas panggung. Rumah joglo dan rumah kampung juga sama-sama memiliki ruang khusus untuk menerima tamu. Di rumah joglo, tamu dan tuan rumah bercengkerama di pendopo sambil duduk bersimpuh di lantai. Sedangkan di rumah kampung, tamu dan tuan rumah bersantai bersama di teras. Tidak ada kursi di pendopo rumah joglo maupun di teras rumah kampung. Baik tamu dan tuan rumah sama-sama duduk di lantai, melambangkan kesetaraan derajat di antara keduanya. 

Sejalan dengan budaya Jawa yang selalu mengandung makna di balik penampakan fisiknya, bagian-bagian rumah adat Jawa juga sarat akan makna. Atap rumah adat Jawa cenderung rendah di bagian tepi, ada juga pembatas setinggi sekitar 20 cm antara bagian dalam dan luar rumah. Di rumah joglo asli (dibangun di zaman dulu), dua bagian ini ada di batas antara pendopo dan pringgitan (ruang tengah). Kondisi area pintu masuk yang demikian mengandung arti agar siapa pun selalu berhati-hati dalam melangkah, baik ketika akan masuk ke dalam rumah atau meninggalkan rumah. 

3. Rumah adat Jawa telah disesuaikan dengan iklim tropis

Konstruksi rumah adat Jawa telah dirancang agar memberikan rasa nyaman meskipun didirikan di area beriklim tropis yang cenderung hangat. Hal ini tercermin dari struktur dinding rumah adat Jawa yang terbuka (tanpa dinding di bagian dalam rumah, di rumah modern disebut interior open plan). Selain itu, material dinding juga dirancang agar membantu menyejukkan suhu ruangan. Ada rumah adat Jawa yang menggunakan dinding kombinasi bambu dan papan (kotangan), dinding papan (gebyog), dan dinding bambu (gedheg). Udara yang masuk dari sela-sela papan atau bambu akan menyebar ke seluruh ruangan, menggantikan udara dalam ruangan. Inilah mengapa rumah adat Jawa selalu terasa adem bahkan di tengah cuaca panas. 

Meskipun atap rumah adat Jawa model limasan dan tajuk lebih rendah di bagian tepi, tetapi bentuk atap meruncing di bagian tengah. Bentuk ini juga handal dalam melancarkan sirkulasi udara di dalam rumah, sama seperti rumah berlangit-langit tinggi peninggalan era kolonial. Material kayu dan bambu juga punya peranan dalam menjaga suhu ruangan. Lantai kayu memang akan cenderung menyerap panas, sehingga dibuatlah kolong rumah agar udara di bawah rumah bisa mengalir naik melalui sela-sela lantai kayu. 

4. Rumah adat Jawa bisa diciptakan di mana saja

Kompleksnya struktur dan denah lantai rumah adat Jawa menjadi penyebab mengapa gaya rumah ini ditinggalkan. Pembangunan atap limasan dan atap tajuk memerlukan keahlian profesional dengan ketrampilan khusus, dan biayanya pun tidak sedikit. Di samping itu, harga material kayu pun semakin mahal setiap tahun. Bagaikan pungguk merindukan bulan, kita mengagumi keindahan rumah adat Jawa tetapi tidak bisa memilikinya. Haruskah demikian? Tidak juga. 

Seperti yang pernah kami ulas di artikel-artikel sebelumnya, keterbatasan bisa menjadi potensi yang menunggu untuk dikembangkan. Unsur-unsur yang kurang relevan dengan suasana kekinian bisa dihilangkan tanpa mengabaikan esensi utamanya. Bila berniat membangun rumah joglo namun terkendala dengan masalah lahan, beberapa bagian bisa disesuaikan sesuai kebutuhan. Misalnya dengan menghilangkan ruang pringgitan (ruangan untuk mementaskan wayang), sehingga rumah adat hanya terdiri dari pendopo dan ruang belakang (omah njero) yang terbagi menjadi kamar-kamar tidur, kamar mandi, dan dapur. Dinding kayu bisa diganti dengan dinding batu bata ekspos, dan lantai kayu bisa digantikan lantai teraso atau lantai tanah liat. Dengan menyingkirkan sofa dan meja kopi, sebuah ruang tamu khas Jawa sudah tercipta. Bila membangun rumah joglo tidak sesuai dengan kekuatan bujet, membangun rumah kampung mungkin bisa jadi pilihan. 

Elemen dekoratif kayu berukir memang menjadi ciri khas rumah Jawa yang sangat populer. Meski demikian, elemen ini bukankah elemen satu-satunya yang bisa mendatangkan nuansa Jawa di rumah. Elemen lain ada di poin selanjutnya.  

5. Nuansa Jawa bisa dihadirkan melalui furnitur

Furnitur antik atau furnitur vintage selalu bisa mendatangkan suasana masa lalu dalam ruangan. Furnitur antik gaya Jawa mampu mendatangkan atmosfer Jawa dalam rumah yang tidak berbentuk rumah joglo maupun rumah kampung. Harga furnitur antik juga bisa dibilang wow karena bisa mencapai puluhan juta rupiah. Sebagai gambaran, seperangkat kursi tamu dari bahan kayu jati ditawarkan seharga Rp 19 juta. Agar tidak salah pilih, tips memilih furnitur antik berikut ini bisa diterapkan: 

1. Kualitas kayu 
Furnitur antik umumnya terbuat dari kayu. Bila sudah uzur, kayu cenderung keropos atau dimakan rayap. Coba periksa apakah ada lubang atau retak pada furnitur. Goyangkan furnitur ke kanan dan ke kiri untuk mengetahui apakah furnitur masih cukup kokoh. 

2. Orisinalitas 
Saat ini furnitur antik ada dua macam. Pertama, furnitur antik yang benar-benar diproduksi di zaman dulu. Sedangkan yang kedua adalah furnitur baru yang didesain dengan gaya antik. Dari dua jenis furnitur antik ini, pemilik rumah perlu memutuskan mana yang disukainya. Untuk bisa membedakan antara furnitur antik dengan furnitur baru gaya antik, calon pembeli harus mempunyai sedikit pengetahuan tentang barang antik. Ia harus mengetahui apakah elemen-elemen tambahan pada furnitur, misalnya engsel, lubang kunci, gagang, dll, benar-benar asli. 

3. Fungsi furnitur 
Apa gunanya mempunyai sebuah benda yang tidak dapat digunakan sesuai fungsinya? Sebelum membeli furnitur antik, ujilah apakah furnitur masih bisa digunakan. Misalnya, dengan mencoba mendudukinya, atau membuka tutup pintunya. 

4. Aroma
Furnitur antik dan terawat akan mengeluarkan aroma kayu yang harum. Bila tidak, itu pertanda furnitur kurang terawat. Dengan kondisi yang demikian, calon pembeli bisa menawar harga furnitur antik lebih rendah daripada harga jual yang ditawarkan. Furnitur antik dengan kualitas yang kurang sempurna bisa diperbarui agar layak dipajang dan difungsikan sebagaimana mestinya. Cara memperbarui furnitur antik bisa disimak di sini

Chcesz zbudować lub wyposażyć dom?
Skontaktuj się z nami!

Najważniejsze informacje z naszego magazynu